Kamis, 04 Juni 2009

KEMELUT

Masih terekam jelas dalam ingatan, tepat tanggal 18 Mei jam dua siang. Hujan begitu derasnya mengguyur kota Makassar disusul petir yang menggelegar bersaut-sautan . Tak hanya batu dan rerumputan yang merasakan aroma basah. Dirikupun tak luput dari intaian duka teramat parah. Untaian kata-kata penyembuh lara tak sanggup tuk sekedar menahanku dari buliran air mata. Badanku lemas, mataku berkunang-kunang dan tulangku terasa dilolosi dari tempatnya. Sungguh, Mengapa kesedihan ini begitu saja datang menyerbu tanpa permisi?. Mengoyak perasaan pemilik hati yang entah kapan dapat terobati. Persil kecil duniaku kini terguncang. Jiwaku terusik tak terelakkan. Jiwa yang seyogyanya adalah tempat dari segala makna kedamaian dan semesta kecil yang sesungguhnya. kini mengerang dalam bentangan kekalutan. Ku ingin segera mendapatkan pemaknaan hidup dari dimensi yang berbeda agar ku kokoh dari kefanaan dunia.

2 komentar:

Tukang Komentar mengatakan...

Ku ingin segera mendapatkan pemaknaan hidup dari dimensi yang berbeda agar ku kokoh dari kefanaan dunia.

Rekam mi cepat itu supaya rekaman kekalutannya cepat hilang....hehehe

Neny mengatakan...

ngomong memang enak tapi implementasinya sulit

Posting Komentar